1. PENDAHULUAN :

Apabila kita berbicara mengenai Sejarah Bahari di daerah kita khususnya di kabupaten Sangir Talaud, maka kita akan bertemu dengan beberapa versi, yang satu dan lainnya agak mempunyai perbedaan didalam cara menyajikannya, tergantung dari versi mana sejarah itu bersumber. Hal ini tidak mengherankan karena sebagian besar sejarah Bahari di Sangir Talaud adalah dituangkan dari mulut ke mulut oleh orang-orang tua terdahulu kepada anak-anak serta cucu-cucunya, yang bukan merupakan dokumen sejarah yang bersifat otentik. Namun ada juga beberapa dokumen sejarah yang bersifat otentik dimana dokumen tersebut dapat mempertahankan suatu indentitas suatu wilayah yang menjadi hak milik suatu kerajaan. Sebagai contoh misalnya, pada tahun 1914 Amerika mengklaim pulau-pulau di selatan Mindanao seperti Marere dan Miangas namun karena kerajaan Tabukan mempunyai dokumen otentik, maka Amerika tidak dapat membantah bahwa pulau-pulau tersebut adalah wilayah Tabukan.

2. BERDIRINYA KERAJAAN-KERAJAAN DI SANGIR TALAUD.

A. Jaman Sejarah

Menurut legenda Sangir bahwa manusia yang pertama kalai mendiami pulau Sangir adalah Datuk Gumansalangi alias Medelu dan istrinya Ondu Ansa alias Mekila. Ke 2 suami istri ini berasal dari kayangan dengan perantaraan guntur serta kilat dimana ke dua insan ini mendiami puncak gunung Sahendaruman setelah 3 hari 3 malam puncak gunung itu diliputi awan yang gelap disertai guntur dan kilat.
Datuk Gumansalangi mendirikan kerajaannya yang berbatasan dengan Kerajaan Bowentahu dan Mangondow di sebelah selatan, di utara dengan Kesultanan Mindanaow, disebelah barat dengan Kesultanan Sulu sedangkan bagian timur dengan Kesultanan Ternate. Kerajaannya hanya berumur 100 tahun dimulai pada abad ke XIII sesudah masehi dan berakhir pada abad ke XIV S.M. Setelah kerajaan Gumansalangi bubar maka timbul kerajaan-kerajaan kecil.

1.1. Kerajaan Saluran yang berpusat di Manuwe pada tahun 1500 dibawah pemerintahan Kulane Bulega Langi putra Kulane Melintang Nusa.

2.2. Kerajaan Limu atau juga disebut Sahabelimu pada tahun 1520 dibawah pemerintahan Kulane Pahawon Seke saudara dari Kulane Bulega Langi, yang berpusat di Sahabe.

3.3. Kerajaan Rimpulaeng atau Tabukan berpusat di Tabukan Lama dibawah pemerintahan Raja Makaampow Bawengehe putra Kulane Tangkuliwutan dengan istri bernama Nabuisan putri dari Kulane Aralung Nusa dan Sara Maria dari Mindanao. Catatan : Kerajaan Rimpulaeng adalah penyatuan dua Kerajaan di Sangir bagian Timur ialah Kerajaan Sahabe dan Kerajaan Saluran setelah Makaampouw Bawengehe menaklukkan Sangir bagian utara dan memperistrikan dua orang putri dari Raja Mamata Nusa dari Kerajaan Sahabe bernama Sompo Sehiwu dan Timbang Sehiwu pada tahun 1600.

4.4. Kerajaan Manganitu atau juga disebut Kerajaan Kauhis, berpusat di Paghulu pada tahun 1600 dibawah pemerintahan Raja Tolesan atau juga Liantolosang menantu dari Kulane Ansiga dari Kerajaan Salurang.

5.5. Kerajaan Tahuna berpusat di Kolongan dibawah kekuasaan Raja Tatohe pada tahun 1580.

6.6. Kerajaan Siau berpusat di Katutungan pada tahun 1510 dibawah kekuasaan Raja Leken Banua II.

7.7. Kerajaan Tagulandang berpusat di Tulusan pada tahun 1570 dibawah kekuasaan Ratu Leheraung.

8.8. Kerajaan Kendar atau juga dikenal pada jamannya Kerajaan Talawide berpusat di Talawide pada tahun 1600 dibawah kekuasaan Sultan Mehega Langi putra Sultan Syarif dari Kesultanan Debe / Davao.

9.9. Kerajaan Talaud yang paling akhir nanti timbul pada abad ke XX pada tahun 1922 dibawah kekuasaan Raja Johanis Tamawiwy dan berpusat di Beo. Tidak tampilnya Talaud dalam perkembangan sejarah kerajaan-kerajaan dimulai pada abad ke XV, setelah kerajaan Gumansalangi bubar karena kepulauan Talaud masih dalam rangkuman keturunan Gumansalangi Medelu yang berpusat di Manuwe atau Saluran, dibawah kekuasaan Kulane Bulega Langi. Dengan demikian maka kepulauan Talaud mulai tahun 1500 berada dalam penguasaan Perwalian dari Raja-raja Rimpulaeng, dengan status Kejeguguan, sampai menjadi Kerajaan penuh pada tahun 1922.

3. BUBARNYA KERAJAAN-KERAJAAN DI SANGIR TALAUD

B. Perputaran Sejarah

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa timbulnya kerajaan-kerajaan kecil setelah bubarnya kerajaan Tampungan Lawe dibawah kekuasaan Kulane Gumansalangi Medelu pada abad ke XV maka pada abad ke XX seluruh kerajaan – kerajaan di Sangir / Talaud bubar karena fasisme Jepang mulai bercokol di bumi Indonesia yang mengakibatkan mala petaka bagi Raja-Raja di Sangir / Talaud pada tahun 1942. Untuk jelasnya maka akan diuraikan berturut-turut Raja-raja yang telah berkuasa di Sangir Talaud mulai dari abad ke XVI sampai abad ke XX dimulai dari Kerajaan Tagulandang atau juga dikenal dengan kerajaan Mandelekang. Kerajaan Mandelekang berdiri pada tahun 1570 dibawah kekuasaan Ratu Leheraung yang berpusat di Tulusan.

KERAJAAN TAGULANDANG :

I. Ratu Leheraung 1570 – 1609
Beliau adalah putri Raja Mokodompis cucu dari Raja Binangkang dari Kerajaan Mangondow

II. Raja Balange 1609 – 1649
Beliau adalah putra dari Raja Tabukan ke II Pahawuatan dengan permaisuri Taskea dari Tagulandang.

III. Raja Bawise 1649 – 1675
Beliau adalah putra dari Raja Tabukan ke IV Don Fransisca Makaampow Judha II dengan permaisuri Dolontenge I.

IV. Raja Philips Antoni Aralung Nusa 1675 – 1720
Putra Raja Bawise dengan permaisuri bernama Rampelang. Beliau menandatangani perjanjian dengan VOC di Ternate pada tanggal 9 November 1677.

V. Raja Johanis Batahi Jacobus Manihis 1720 – 1758
Putra Raja Siau Hendrik Jacobus Rarame Nusa dengan permaisuri Beli Sehiwu saudara Raja Tagulandang ke IV Raja Philips Antoni Aralung Nusa.

VI. Raja Josef Tamarel 1758 – 1798
Beliau adalah Raja yang masa pemerintahannya sangat lama.

VII. Raja Cornelis Tamarel 1798 – 1820
Beliau adalah putra dari Raja Josef Tamarel

VIII. Raja Musa Philips Jacobus 1820 – 1835
Putra dari Raja Kiria dengan permaisuri Tinagari putra Raja Karula dari Tabukan dengan permaisuri Kelawulaeng. Pusat pemerintahan di Tulusan dipindahkan ke Buhias.

IX. Raja Johanis Philips Jacobz Amberi 1835 – 1845
Putra Raja Musa Philips Jacobz dengan permaisuri Ndiari.

X. Raja Frans Philips Jacobz Kumbea 1845 – 1862
Saudara dari Raja Johanis Philips Jacobz Amberi.

XI. Raja Lucas Philips Jacobz Tuwonbange 1862 – 1870
Putra Raja Johanis Philips Jacobz Amberi. Beliau wafat pada tahun 1870 sebagai korban bencana alam pada waktu peletusan Gunung Awu Ruang tahun 1870 yang menelan korban sejumlah kurang lebih 450 orang.

XII. Raja Christian Matheos Makahiking 1870 – 1879

XIII. Raja Laurens Philips Jacobz Karangtang 1879 – 1885
Mulai dari beliau pemerintah Belanda memberikan gajih sebesar 1.150 gulden setiap bulan.

XIV. Raja Nicodemus Jacobz Kalandang 1885 – (tujuh bulan)
Beliau hanya memerintah selama 7 bulan.

XV. Raja Salmon Bawole Takaliuang 1885 – 1900
Beliau berasal dari Manganitu

XVI. Raja Laurens Manuel Tamara 1900 – 1913

XVII. Raja Cornelis Tamalere 1913 – 1917
Setelah Raja Cornelis T berhenti pada tahun 1917 maka pemerintahan Kerajaan Tagulandang dijalankan oleh Jegugu Johannis Manesseh dibawah pengawasan Raja – Raja / Presiden Raja Siau masing – masing adalah :
- Raja A. J. K. Bogar
- Presiden Raja A. D. Laihad
- Raja L. N. Kansil . sampai tahun 1922

XVIII. Raja Hendrik Philips Jacobz 1922 – 1936

XIX. Raja Willem Philips Jacobz Simbat 1936 – 1942
Pada tahun 1942 fasisme Jepang mulai mencengkramkan kukunya di bumi Sangir di mana Raja Simbat menjadi korban pertama kekejaman Jepang, dan berakhir pula riwayat Kerajaan Tagulandang atau Mandolekang. Selanjutnya beralih pemerintahan ke tangan fasisme Jepang dan bekas Kerajaan Mandolekang Jepang mengangkat Paul Tiendas dengan gelar Shucekan.

*************************************************************************************
(Ditulis dan disusun oleh : Alm. Om. J.P. Sarapil di Cibinong, 30 Juli 1979.
Dan ditulis kembali oleh : Lydia Maudy Anthoriene Abast di Cibinong, 5 Mei 2009.

Adapun tujuan penulisan kembali berdasarkan keterangan tertulis yang diberikan oleh Alm. Om. J.P. Sarapil kepada Alm. Capt. Jotham Hessel Abast (papi dari L. Maudy A. Abast) dengan sepengetahuan keluarga Om. J.P.Sarapil (yaitu istri Tante Ketsi dan anak Rosita Sarapil serta keponakkan Wiche Laihad).

Sebelumnya mohon maaf jika ada kesalahan penulisan nama dan tempat karena tulisan aslinya diketik memakai mesin tik manual sehingga agak sulit membedakan ketikkan huruf e dan o.

Keterangan sumber bahan dari tulisan ini :
1. Penyelidikan penulis sewaktu bertugas di kepulauan Sangir Talaud pada tahun 1958.
2. Kunjungan-kunjungan ke tempat-tempat bersejarah diantaranya :
- Negeri Tulusan di Tagulandang, biara yang menjadi daerah Ratu Leheraung
- Pehe, Ondong dan Mubuneni di Siau dan P. Makalehi.
- Pulau Marare, Miangas, Karatung, Beo dan Malunguane di P. Salibahu.
- Sahabe di Tabukan dan Talawide di Kendar.
3. Catatan-catatan tua yang berada pada penulis.
4. Buku Renungan Sangir Talaud oleh D.H. Adrian. Camat pensiunan dari Tabukan
5. Keterangan dari orang-orang tua di Sangir Talaud.)